Wayang Pandawa Dan Kurawa

Wayang Pandawa Dan Kurawa

Bima (Bimasena/Werkodara)

Bima atau werkodara adalah tokoh utama dalam epos Mahabharata. Ia adalah putra Kunti dan dikenal sebagai anggota Pandawa yang memiliki kekuatan luar biasa. Bima lahir atas pembacaan mantra yang dilakukan Kunti kepada dewa Bayu. Meskipun berpenampilan keras dan mampu menakutkan musuh, Bima sebenarnya berhati lembut.

Selain itu, dikisahkan Bima memiliki saudara seayah yang terkenal, yaitu Hanoman, sosok wanara yang menjadi tokoh penting dalam kisah Ramayana. Dalam pewayangan Bima digambarkan sebagai adik kedua dari Yudhistira yang memiliki keberanian, kepatuhan dan teguh pendirian serta jujur.

Baca juga : Mari Menyongsong Kebangkitan Wayang di Tengah Gempuran  Modernisasi

Siapa yang tidak mengenal Arjuna, tokoh pewayangan satu ini terkenal akan wajahnya yang rupawan serta kepandaiannya dalam memanah. Arjuna juga digambarkan berhati lemah lembut.

Dalam Mahabharata diriwayatkan ia merupakan putra ke tiga Prabu Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura, yang membacakan Mantra untuk memanggil dewa Indra, pemimpin para Dewa.

Dalam pewayangan, Arjuna digambarkan berbadan kecil tetapi sangat kuat dan mahir berperang, hingga menjadi satria andalan dewata. Bukan hanya itu,  Arjuna juga digambarkan memiliki pribadi berwatak baik, tingkah laku halus (membuatnya disukai orang banyak), rendah hati, dewasa, memiliki keteguhan hati, pantang menyerah, dan siap membantu siapa saja termasuk dewa.

Arjuna juga sebenarnya memiliki banyak istri namun yang kerap kali ditonjolkan dalam setiap lakon wayang hanya Drupadi.

Nakula merupakan anak dari pandu dan istri keduanya Madri. Dalam kitab Mahabharata, Nakula digambarkan sebagai sosok yang sangat tampan dengan wajah yang memikat. Dropadi bahkan menyebut Nakula sebagai suami paling tampan di dunia.

Namun, Nakula memiliki kelemahan, yaitu cenderung membanggakan ketampanannya. Hal ini diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab Mahaprasthanikaparwa, Selain memiliki penampilan yang menarik, Nakula juga ahli dalam merawat kuda dan memiliki keahlian khusus di bidang astrologi.

Perbedaan antara wayang Nakula dan Sadewa dapat dikenali dari bentuk dahi masing-masing, di mana Nakula memiliki dahi lebar. Meskipun secara fisik Nakula dan Sadewa adalah kembar identik, keduanya memiliki kepribadian yang berbeda.

Nakula dikenal sebagai sosok yang pendiam dan penuh pemikiran. Nakula cenderung merenungkan dan mendalami setiap hal yang akan dikerjakan. Nakula hanya akan mengungkapkan pemikirannya jika diminta pendapatnya. Ekspresi wajah Nakula dalam pewayangan menggambarkan pribadi yang tangguh, rendah hati, berperilaku halus, dan bijaksana.

Sadewa merupakan saudara kembar dari Nakula. Pada wayang purwa, Sadewa memiliki ciri wajah terdapat mata gabahan, hidung miring, mulut tertutup, dan jarang berbicara. Ia dihiasi sumping kembang kluwih di telinga, dengan rambut bergaya supit urang dan lungsen di atas dahi. Perbedaan dengan Nakula, Sadewa berdahi ciut sinom atau sempit.

Sadewa dikenal cerdas, pandai berbicara, dan seorang komandan yang mampu membangkitkan semangat prajurit. Wajahnya dalam dalam pewayangan dibuat seperti karakter yang mencerminkan sifat tangguh, rendah hati, halus, dan bijaksana. Itulah Tokoh wayang Pandawa yang memiliki keunikan masing-masing pada setiap karakternya, saat ini tugas kita hanya terus melestarikan budaya dan sejarah pewayangan di Indonesia.

(Dinas Kebudayaan DKI Jakarta/Youtube Jawa Saja/Jurnal Seni dan Budaya Representasi Tokoh Pewayangan Purwa Pandawa Gagrag Surakarta Universitas Kristen Setya Wacana/Z-3)

Upload your creations for people to see, favourite, and share.

Bharatayudha adalah salah satu karya sastra Indonesia yang kisahnya dipengaruhi kebudayaan Hindu. Bharatayudha mengisahkan perang saudara antara Pandawa dan Kurawa.

Mengutip buku Sejarah untuk SMA Kelas 2 yang ditulis Tugiyono K. S., Mahabharatayudha atau disebut dengan Bharatayudha memiliki arti peperangan besar antar keluarga Bharata. Kitab Bharatayudha berisi kumpulan cerita pada zaman Brahmana yang terjadi antara tahun 400 SM sampai 400 Masehi.

Bharatayudha dalam versi bahasa Jawa oleh Empu Sedah dan Panuluh pada tahun 1157. Cerita yang ditulis adalah tentang peperangan Pandawa dan Kurawa gubahan dari Mahabharata. Peperangan tersebut berlangsung sangat sengit selama delapan hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut adalah penjelasan tentang sejarah Bharatayudha yang mengisahkan perang besar antar saudara, dikutip dari buku Arjuna dalam Perang Baratayuda yang ditulis Suhardi, buku Mengenal Kesenian Nasional 1 Wayang yang ditulis Kustopo, dan buku Borobudur Bukan Candi.

Yudhistira (Puntodewo)

Yudhistira adalah putra sulung Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Kunti. Ia lahir dari mantra yang diucapkan Kunti untuk memanggil Dewa Yama, dewa keadilan, sehingga Yudhistira dianugerahi sifat kejujuran dan keadilan yang luar biasa.

Nama Yudistira dibentuk dari kata yuddha dan sthira yang dalam bahasa Sanskerta Hindu bermakna "teguh dalam peperangan". Dalam kisah wayang Pandawa, Yudhistira dikenal karena komitmennya yang teguh terhadap kebenaran dan dharma. Ia selalu berusaha untuk melakukan hal yang benar, meskipun dihadapkan pada situasi yang sulit.

Sebagai seorang pemimpin, dikisahkan Yudhistira sering kali harus membuat keputusan yang berat. Namun, ia selalu berusaha untuk bersikap adil demi kebaikan bersama. Selain itu, raja Yudhistira tidak mau menggunakan pakaian keemasan karena kesederhanaan pakaian senantiasa diterapkan.

Baca juga : Kisah Wayang Bima Bungkus: Simbol Kekuatan, Takdir, dan Keberanian Pandawa

Istri Yudhistira adalah Dewi Dropadi. Yudhistira dan Drupadi memiliki seorang anak bernama Raden Pancawala. Yudhistira dikenal sebagai titisan Dewa Yama, dewa akhirat. Ia memiliki karakter bijaksana, sabar, dan pemaaf.

Kemenangan Milik Pandawa

Pandawa akhirnya berhasil meraih kemenangannya setelah mengalahkan seluruh pasukan Kurawa. Kerajaan Hastinapura kembali dikuasai oleh Pandawa dengan penuh kebahagiaan dan kesejahteraan. Kisah ini mengajarkan perlunya keberanian, persahabatan, kesetiaan, dan keadilan.

Ketika Pandawa memimpin kerajaan, mereka bersikap bijaksana dan adil. Mereka memaafkan kesalahan Duryodhana dan kelompoknya meski telah membuat Pandawa sengsara.

Akan tetapi, kejayaan Pandawa tidak bertahan lama karena usia Yudhistira yang sudah tua dan memutuskan untuk menurunkan kekuasaannya kepada anaknya yang bernama Parikesit. Naasnya, ketika Parikesit naik tahta, Kerajaan Hastinapura dihantui oleh berbagai kutukan dan bencana.

Demikianlah sejarah Bharatayudha yang mengisahkan perang saudara antara Pandawa dan Kurawa. Semoga bermanfaat, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.

Belanja di App banyak untungnya:

Wayang Pandawa 5 ini adalah replika dari Wayang klithik yang merupakan salah satu kekayaan warisan budaya Indonesia.

Cerita pewayangannya mirip dengan Wayang Golek dari Jawa Barat yang berbentuk boneka, Perbedaannya adalah wayang klitik terbuat dari kayu berbentuk pipih seperti wayang kulit.

Souvenir Premium Wayang Gunungan Pandawa 5 Logam Stage Kayu ini terbuat dari bahan Alumunium, dengan stage kayu finishing Doff. Plat tulisan dari kuningan / Plat Gravo.

P. 32 cm | L. 7 cm | T. 25 cm

Hardbox Batik Exclusif

Free Costum Tulisan & Logo (PreOrder min 3-4 minggu)

Free Ongkir Japan, (Malaysia, Korea Hongkong silahkan Chat Admin)

nb : Untuk Harga & pengiriman di luar Japan silahkan chat admin Via Wa ( +6287777130192 )

Pandawa kalah dalam permainan dadu dan harus menyerahkan semua milik mereka Pandawa mendapatkan undangan bermain dadu Pandawa menemui ibu Kunti setelah peristiwa kekalahan dalam permainan dadu Para Putri dengan kostum wayang orang klasik Pertempuran antara prajurit Kurawa dan Pandawa Pertempuran Kurawa dan Pandawa Prabu Duryudana dan Patih Sengkuni Prajurit Kerajaan Astina Punakawan, abdi setia Pandawa Raja Sekutu Kerajaan Astina bermaksud menyerang Pandawa Sengkuni yang licik menjebak para Pandawa dalam permainan dadu Tarian perang memikat penonton Pandawa diusir dari kerajaan Astina Pandawa dan Dewi Drupadi memenuhi undangan Duryudana Adegan humor menghibur penonton Adegan perang yang dikemas dengan tarian sangat memukau penonton Destarasta, bapak dari Para Kurawa meminta Duryudana mengembalikan semua milik Pandawa Dewi Kunti, Ibu dari Pandawa Drupadi dipertaruhkan dalam permainan dadu Dursasana mempermalukan Drupadi Duryudana mengadakan pesta menyambut kedatangan Pandawa Kurawa menyambut kedatangan Pandawa Kesenian tradisional wayang orang tetap digemari penonton Kelompok Wayang Orang Bharata konsisten menyajikan pertunjukan untuk melestarikan budaya bangsa Kedukaan keluarga Pandawa setelah kalah dalam permainan dadu Istri Pandawa berkumpul di Keputren

Bakti Budaya Djarum Foundation kembali mendukung karya Wayang Orang Bharata, kali ini menampilkan judul “Pandawa Dadu”. Pertunjukan sukses dilaksanakan pada tanggal 25 April 2015, pukul 20.00 WIB, di Gedung WO Bharata, Jl. Kalilio No. 15, Senen, Jakarta.

Sekilas mengenai kisah ini. Setelah para Pandawa bisa membangun Kerajaan Amarta yang sangat indah, Prabu Suyudana, saudara tertua Kurawa, merasa iri dan ingin memiliki. Patih Sengkuni memberi saran untuk mengundang para Pandawa untuk bermain dadu di Hastina.

Prabu Puntadewa, saudara tertua Pandawa sebagai Raja Amarta, dengan congkaknya menyanggupi ajakan Kurawa sehingga tidak disadari Bathara Darma yang bersemayam di tubuh Puntadewa meninggalkannya.

Benar adanya Pandawa kalah dalam permainan dadu atas kelicikan Patih Sengkuni. Harta benda, tahta, bahkan istri Puntadewa, Dewi Drupadi dipertaruhkan dalam permainan dadu tersebut.

Dursasana, adik Prabu Suyudana mempermalukan Dewi Drupadi di depan para Pandawa dengan cara melucuti busana Dewi Drupadi. Untung Dewa Indra menolong Dewi Drupadi sehingga kain yang dikenakan Dewi Drupadi menjadi sangat panjang sehingga tidak bisa dilucuti oleh Dursasana.

Prabu Suyudana sangat marah dan mengusir Para Pandawa dari Kerajaan Amarta untuk berkelana ke hutan selama 13 tahun. Jika dalam 13 tahun para Pandawa tidak diketahui keberadaannya, maka Kerajaan Amarta akan dikembalikan kepada para Pandawa. Namun jika keberadaan mereka diketahui oleh Kurawa, maka Pandawa harus mengulang 13 tahun lagi berkelana ke hutan.

Dengan sedih para Pandawa beserta Dewi Drupadi menjalankan hukuman pembuangan selama 13 tahun menuju ke Hutan Kamiyaka.

Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesenian tradisional dapat kembali kedalam hati berbagai kalangan lainnya, karena keindahannya sebenarnya tak lekang oleh jaman. Semoga pergelaran ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

BERBICARA wayang tentunya kita diingatkan akan kisah Mahabharata. Salah satu karakter yang cukup menarik perhatian adalah wayang Pandawa Lima. Pandawa tidak hanya dikenal karena parasnya yang gagah dan tampan, juga nilai-nilai dan karakter unik yang dimiliki setiap tokohnya.

Pandawa Lima merupakan anak-anak dari Prabu Pandu yang mendapat anugerah dari para dewa. Keberadaan mereka tidak lepas dari peran seorang resi yang memberikan mantra khusus kepada Kunti, istri Prabu Pandu, agar dapat memiliki keturunan.

Pada suatu masa, Prabu Pandu meninggalkan kerajaan Hastinapura untuk menjalani kehidupan sebagai pertapa guna menebus dosa-dosanya, sementara kerajaan tersebut diwariskan kepada kakaknya, Dretarastra.

Baca juga : Ramayana: Kisah Abadi Rama dan Sinta yang Penuh Cinta dan Perjuangan

Dretarastra, yang buta, memimpin kerajaan Hastinapura dengan 99 anak laki-laki yang dikenal sebagai Kurawa. Meskipun Pandawa Lima dijanjikan untuk menerima kerajaan setelah mereka tumbuh dewasa, para Kurawa yang dipimpin Duryudana justru tumbuh menjadi individu yang tamak akan kekuasaan dan sering berusaha menyingkirkan Pandawa Lima.

Walau begitu, Pandawa Lima memiliki kekuatan istimewa yang melebihi 99 sepupu mereka dari keluarga Kurawa. Keistimewaan ini tidak hanya terletak pada kekuatan fisik, tetapi juga pada sifat-sifat luhur mereka. Karakter Pandawa Lima yang penuh dengan kebaikan, keramahan, dan keadilan menjadikannya tokoh yang sangat dihormati dan dicintai banyak orang.

Melalui cerita Pandawa Lima, wayang memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya keadilan, kebaikan, dan perjuangan untuk kebenaran, yang tetap relevan hingga saat ini. Maka, tidak heran jika tokoh Pandawa selalu mendapat tempat khusus di hati penonton wayang, baik sebagai hiburan maupun sebagai sumber inspirasi dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga : Mahabharata: Kisah Abadi Pandawa dan Kurawa dalam Perebutan Tahta dan Kehormatan

Pemicu Konflik Peperangan Pandawa dan Kurawa

Terjadinya perselisihan antara Pandawa dan Kurawa telah dimulai ketika orang tua mereka masih muda. Ayah dari Pandawa yang bernama Pandu membawa tiga orang putri dari negara berbeda yang bernama Kunti, Gendari, dan Madrim.

Salah satu dari ketiga putri akan dipersembahkan kepada kakaknya yang buta bernama Dretarastra. Dretarastra memilih Gendari karena berpikir akan mempunyai banyak anak jika menikahinya. Akan tetapi, Gendari merasa tersinggung dan bersumpah keturunannya akan menjadi musuh bebuyutan anak-anak Pandu.

Anak-anak dari Gendari yang berjumlah seratus diajari olehnya dan adiknya yang bernama Sengkuni untuk selalu memusuhi anak-anak Pandu yang merupakan Pandawa. Ketika Pandu wafat, anak-anaknya termasuk Pandawa semakin sengsara dan selalu dimusuhi oleh sepupu mereka yaitu Kurawa.

Hal tersebut memicu peperangan lebih besar yang terdiri dari usaha pembunuhan Pandawa dalam istana yang terbakar sampai perebutan kerajaan melalui permainan dadu.

Sifat atau karakter Tokoh Pandawa  dalam Pewayangan

Terjadinya Peperangan antara Kurawa dan Pandawa

Pandawa sering mengikuti pelatihan dari para guru dan melakukan meditasi untuk mengasah kemampuannya. Suatu hari, dilakukan turnamen perang antara Pandawa dan Kurawa. Mereka bertarung menggunakan senjata tradisional dan kekuatan magis. Dalam pertempuran ini, Pandawa berhasil menang.

Duryodhana sebagai salah satu bagian dari Kurawa merasa dendam dan ingin menghancurkan pandawa. Ia berencana untuk menjebak kakak tertua dari Pandawa yaitu Yudhistira melalui permainan dadu hingga akhirnya Yudhistira kalah. Dengan terpaksa, Pandawa akhirnya kehilangan kekuasaan dan harus meninggalkan kerajaan.

Pandawa diasingkan selama 13 tahun dan menghadapi berbagai kesulitan. Meski begitu, mereka tetap semangat dan pantang menyerah untuk mengambil kembali kekuasaan dan kehormatan mereka.

Pandawa akhirnya memutuskan untuk kembali ke kerajaan Hastinapura untuk menghadapi Kurawa. Terjadi peperangan yang sengit yang berlangsung di lapangan luas bernama Palagan Kurusetra.

Dalam perang tersebut, satu persatu orang berguguran. Ada yang tertusuk tombak, terkena tebasan pedang, terpanah, dan terinjak-injak kuda. Ketika akhir peperangan, semua penduduk Kurawa dan Pandawa habis. Ksatria Kurawa yang berjumlah 100 akhirnya mati begitu pula pasukan Pandawa yang hanya menyisakan lima bersaudara, yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa.

Tokoh dalam Bharatayudha

Bharatayudha memiliki pemeran tokoh yaitu Pandawa Lima yang terdiri dari Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Mereka adalah anak dari seorang raja dari Kerajaan Hastinapura yang bernama Pandu.

Di satu sisi, terdapat saudara dari kakek-neneknya yang bernama Duryodhana yang memiliki kelompok bernama Kurawa. Ayah dari Kurawa pernah dititipkan kekuasaan dari kerajaan Hastinapura sebelum Pandawa Lima hadir. Kurawa ingin mengambil kekuasaan dari kerajaan tersebut dan bermaksud mengusir Pandawa Lima dari tahta.